H2 KKN: Saling Mengenal
Hari kedua KKN mirip dengan hari pertama KKN. Bedanya, ada beberapa aktifitas yang kami lakukan di sini, tidak hanya sekedar di rumah.
Pagi hari, sekitar pukul 10.00 WIB para Koordinator Dusun (KorDus) atau ketua kelompok KKN yang kebetulan adalah saya sendiri, diundang oleh Koordinator Desa (KorDes) untuk berkumpul di Kantor Kelurahan atau Kantor Desa Jatimulyo dalam rangka membahas program. Beberapa orang sudah tiba di sana sebelum pukul 10.00 WIB karena letak dusun mereka jauh dari Kantor Kelurahan. Untungnya, Dusun Sukomoyo tempat kelompok kami melaksanakan KKN sangat dekat dengan Kantor Kelurahan karena Dusun Sukomoyo merupakan Ibukota Desa Jatimulyo. 
Sesampainya di Kantor Desa, kami mulai berpikir tentang pengerjaan program desa. Program desa yang kami lakukan yang juga merupakan permintaan Sekretaris Desa (SekDes -- orang Jawa sering menyebutnya dengan istilah 'Carik'. Saya kurang tahu mengapa sebutannya demikian--) yaitu mengisi Data Monografi Desa. Data Monografi Desa adalah segala informasi yang berkaitan dengan desa tertentu yang menggambarkan kondisi desa (Misalnya: Jumlah penduduk desa, jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan, luas tanah, banyaknya pohon dengan jenis tertentu, dan lain-lain). Biasanya, informasi ini disajikan dalam bentuk angka. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut informasi yang disajikan dalam bentuk angka ini dengan istilah 'Desa dalam Angka' (Jika informasi di kecamatan, maka namanya menjadi kecamatan dalam angka, dan seterusnya). Namun, kendala kami untuk 'menggenapi' perkataan Bapak SekDes adalah waktu, karena banyaknya data yang harus diisi. Data tersebut akan valid jika dilakukan survei, semacam sensus penduduk. Padahal, di dusun saya saja mempunyai kurang lebih 300 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sekitar 800 orang.
Saya pesimis bisa selesai dalam waktu satu bulan.
Setelah selesai berkumpul, kami ke rumah Bapak Kepala Dusun (KaDus, atau biasa dikenal dengan sebutan Lurah) untuk bersilaturahmi dengan beliau. Bahasa Jerman untuk istilah silaturahmi adalah sowan.
Di rumah Pak Lurah, kami mendapat banyak informasi dan nasehat untuk menjalani satu bulan di Desa ini. Paling tidak, Pak Lurah memberi saya gambaran tentang kehidupan di Desa Jatimulyo.
Untungnya, Pak Lurah di sini sangat berjiwa muda dan kooperatif dengan mahasiswa KKN. Bahkan, tidak segan beliau bercerita panjang lebar tentang dirinya kepada mahasiswa. Dirasa cukup bersilaturahmi, kami pun mohon undur dari rumah beliau. Sore harinya, saya bersama teman-teman satu kelompok pergi ke waduk sermo, salah satu waduk di daerah Kulon Progo. Beberapa orang yang mengurusi program desa sowan ke rumah Bapak SekDes.
Waduk sermo memang sangat luas. Sayang tidak ada yang mengabadikannya.
Dengan medan yang sangat mengerikan (curam dan naik-turun), akhirnya kami sampai di sana. Kami pergi bertujuh, bersama anak dari Bapak dan Ibu Pairan.
Sesampainya di Kantor Desa, kami mulai berpikir tentang pengerjaan program desa. Program desa yang kami lakukan yang juga merupakan permintaan Sekretaris Desa (SekDes -- orang Jawa sering menyebutnya dengan istilah 'Carik'. Saya kurang tahu mengapa sebutannya demikian--) yaitu mengisi Data Monografi Desa. Data Monografi Desa adalah segala informasi yang berkaitan dengan desa tertentu yang menggambarkan kondisi desa (Misalnya: Jumlah penduduk desa, jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan, luas tanah, banyaknya pohon dengan jenis tertentu, dan lain-lain). Biasanya, informasi ini disajikan dalam bentuk angka. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut informasi yang disajikan dalam bentuk angka ini dengan istilah 'Desa dalam Angka' (Jika informasi di kecamatan, maka namanya menjadi kecamatan dalam angka, dan seterusnya). Namun, kendala kami untuk 'menggenapi' perkataan Bapak SekDes adalah waktu, karena banyaknya data yang harus diisi. Data tersebut akan valid jika dilakukan survei, semacam sensus penduduk. Padahal, di dusun saya saja mempunyai kurang lebih 300 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sekitar 800 orang.
Setelah selesai berkumpul, kami ke rumah Bapak Kepala Dusun (KaDus, atau biasa dikenal dengan sebutan Lurah) untuk bersilaturahmi dengan beliau. Bahasa Jerman untuk istilah silaturahmi adalah sowan.
Untungnya, Pak Lurah di sini sangat berjiwa muda dan kooperatif dengan mahasiswa KKN. Bahkan, tidak segan beliau bercerita panjang lebar tentang dirinya kepada mahasiswa. Dirasa cukup bersilaturahmi, kami pun mohon undur dari rumah beliau. Sore harinya, saya bersama teman-teman satu kelompok pergi ke waduk sermo, salah satu waduk di daerah Kulon Progo. Beberapa orang yang mengurusi program desa sowan ke rumah Bapak SekDes.
Waduk sermo memang sangat luas. Sayang tidak ada yang mengabadikannya.
Komentar
Posting Komentar