Prihatin dengan Acara Live Musik di Televisi
Baru saja melihat acara musik di sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia, saya terpikir untuk mengamati band yang kebetulan sedang manggung di acara itu. Setelah saya amati, banyak hal yang terlihat 'wagu' (istilah dalam Bahasa Jawa) dan akhirnya membuat saya berkesimpulan bahwa band tersebut lipsing, menggunakan 'minus one', atau istilah lain yang sejenis. Intinya, band tersebut tidak sedang benar-benar bermain musik di panggung, tetapi menggunakan rekaman saja.
Saya mencoba mencari alasan mengapa mereka (hampir semua stasiun televisi) menyarankan lipsing kepada bintang tamu mereka untuk acara-acara seperti itu. Berikut adalah hasil dari pemikiran saya:
Saya hanya mencoba mengutarakan apa yang ada di dalam pikiran saya ke dalam sebuah tulisan. Selain itu, saya hanya berusaha mengungkapkan wujud keprihatinan agar semuanya dapat menjadi lebih baik lagi.
Saya mencoba mencari alasan mengapa mereka (hampir semua stasiun televisi) menyarankan lipsing kepada bintang tamu mereka untuk acara-acara seperti itu. Berikut adalah hasil dari pemikiran saya:
- Mempermudah urusan alat musik dan sound system. Sistem lipsing atau 'minus one' tidak membutuhkan alat yang banyak dan setting yang rumit untuk mendapatkan hasil yang enak di dengar, baik untuk penonton, maupun untuk pemirsa. Selain itu, tentu tidak adanya keduanya dapat memangkas biaya untuk pembuatan acara yang signifikan tanpa mengurangi bobot dan esensi dari acara itu.
- Mempermudah birokrasi, dalam hal ini perijinan. Kalau tidak fullband, berarti tidak begitu ribut bukan? He he he. Mungkin suara yang dihasilkan sama, tetapi karena tidak 'live', sangat mungkin kebisingan yang ditimbulkan berbeda.
- Mempermudah untuk band yang sedang manggung. Karena hanya sekedar lipsing, maka pemain band tidak perlu latihan keras untuk menghasilkan pertunjukkan yang 'wah' bukan? Menurut saya, ini sangat lumrah karena salah atau tidak, latihan atau tidak, toh mereka tidak benar-benar bermain. Hanya mengikuti musik yang diputar saja. Jadi, untuk apa latihan? Apalagi, jadwal mereka yang biasanya padat. Tentu ini menjadi pilihan yang sangat efisien bagi mereka.
- Ngobrol dengan salah seorang teman saya yang profesinya nge-band dan sudah cukup terkenal, membuat kami berkesimpulan bahwa ternyata industri musik Indonesia pindah halauan dalam segmen pasarnya. Sekarang ini, pasar musik mereka adalah anak-anak berumur 8-16 tahun. Jadi, jangan kaget apabila lirik dan aransemen lagu yang digunakan sangatlah easy listening, terkesan tidak berbobot sama sekali dan cenderung murahan. Relevansinya, apabila segemn pasar dan aransemennya seperti itu, bukankah lipsing atau minus one saja sudah cukup? Yang penting kan pesan lagunya tersampaikan, permainan musiknya aman-aman saja, dan tidak terdengar fals.
- Karena lipsing, semua jadi berhemat. Hemat tenaga, hemat uang, sehingga hemat juga membayar para pemain (konon katanya begitu. Band dibayar jauh lebih murah dari tarif aslinya, kata teman saya). Oleh karena itu, lagi-lagi ini keuntungan yang besar juga bagi stasiun televisi karena dapat memangkas dana operasional mereka untuk sebuah acara.
- Mungkin saja para pemain tidak mempunya musikalitas yang cukup tinggi dalam bermain secara live, sehingga mereka memilik untuk bermain aman dengan cara seperti itu. Atau berpikiran: "Yang penting dapat uang".
Saya hanya mencoba mengutarakan apa yang ada di dalam pikiran saya ke dalam sebuah tulisan. Selain itu, saya hanya berusaha mengungkapkan wujud keprihatinan agar semuanya dapat menjadi lebih baik lagi.
Komentar
Posting Komentar