Tukang Tambal Ban yang Menginspirasi..
Beberapa hari yang lalu, sewaktu saya ingin pulang dari kampus, ban depan motor saya bocor. Saya tidak tahu apa penyebabnya. Saya terpaksa harus menuntun motor saya sekalian mencari tambal ban terdekat. Keluar kampus, saya menelusuri Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo ke utara, ke arah perempatan Galeria, Yogyakarta. Di sisi barat jalan, dekat RS Bethesda, ada tukang tambal ban. Saya parkirkan motor saya dan saya berkata kepada Bapak tukang tambal ban itu untuk menambal ban motor saya.
Di tengah mengerjakan tugasnya, Bapak itu membuka percakapan dengan bertanya kepada saya: "Kuliah dimana, Mas?"
Saya jawab dengan spontan "Di UKDW pak."
Lalu kami asyik ngobrol ngalor-ngidul. Sampai di sebuah pembicaraan tentang pendidikan. Bapak itu berkata kepada saya bahwa walaupun beliau hanya seorang tukang tambal ban, namun anak-anak beliau semuanya sarjana. Beliau mempunyai 2 anak, perempuan dan laki-laki. "Anak saya 2, Mas. Yang pertama perempuan, yang kedua laki-laki. Semuanya sarjana, sarjana pertanian di UGM. Insinyur, Mas. Yang perempuan sekarang sudah jadi dosen di UGM, yang laki-laki kerja di perkebunan sawit milik Astra," kata beliau dengan bangga. Lalu beliau juga bercerita bahwa beliau seperti ini karena dulu keluarga beliau tidak mampu menyekolahkan. Cita-cita beliau ingin menjadi tentara. "Saya dulu SD Serayu, SMP 5 terus SMA 3 B, Mas. Coba kalau orang tua saya nggak miskin, sekarang saya sudah jadi letnan jenderal," katanya dengan nada kecewa. "Teman sebangku saya di SMA sekarang sudah jadi brigadir jenderal," tambahnya. Beliau juga memberi banyak pesan kepada saya. Sungguh sangat menginspirasi saya. Percakapan selesai setelah proses menambal selesai. Saya membayar kepada bapak itu lalu saya bergegas pulang.
Terlepas dari kebenaran omongan yang beliau sampaikan, saya merasa sangat beruntung bisa ada bersama Bapak itu. Saya merasa sangat beruntung bisa mempunyai semua ini. Saya mengerti bahwa ternyata ada hidup yang jauh lebih susah dari saya. Saya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan saya hidup sekarang ini dengan kondisi yang berkecukupan, bahkan berlebih. Anak-anak beliau, yang kondisi ekonomi keluarganya kurang, dapat menjadi seseorang yang berpendidikan dan sekarang dapat bekerja dan menjadi orang yang lebih baik dari Bapaknya. Mengapa saya, dengan kondisi ekonomi keluarga yang jauh lebih baik dari mereka tidak bisa? Pasti bisa! Hanya mungkin kurang gigih dalam berusaha saja. Bagaimana dengan kita? Semoga menjadi sebuah permenungan.
Komentar
Posting Komentar