Indahnya Berbagi
Apa yang saya tulis di sini masih berkaitan dengan apa yang saya tulis dalam artikel Menjadi "Natal" bagi Mereka yang Membutuhkan "Natal" Itu.
Kemarin, tepat di hari Natal, saya mencoba merayakan Natal tidak seperti biasanya. Setiap kali Natal, saya bersama keluarga saya selalu ke gereja bersama (walaupun berangkatnya sendiri-sendiri
), kemudian kami hanya di rumah untuk sekedar nonton tv dan ngobrol-ngobrol saja. Bila ada saudara yang datang dari luar kota atau mungkin ada ide untuk pergi, barulah kami pergi. Kali ini, saya di ajak oleh pacar saya dan temannya untuk berbagi sukacita Natal di salah satu rumah sakit di Yogyakarta.
Hal yang pertama kali terbersit dalam pikiran saya adalah apakah pasien-pasien di rumah sakit itu akan menerima keberadaan saya, apalagi mereka tidak kenal dengan saya. Saya takut mereka justru curiga dan berpikiran yang tidak-tidak dengan apa yang kami beri.
Namun, akhirnya saya tidak memperdulikan itu dan tetap nekat untuk datang ke rumah sakit.
Pemikiran itu ternyata tidaklah benar. Justru yang saya dapatkan berbeda dari ketakutan saya. Mereka memberikan respon yang sangat positif.
Mereka, baik pasien maupun penjaganya, merasa diperhatikan ketika saya dan teman saya datang ke kamar mereka, memberikan sebuah bingkisan yang tidak seberapa dan memberi ucapan selamat Natal. Mereka sangat tidak menyangka kalau ternyata ditengah ketidakberdayaan mereka, masih ada orang yang mau untuk merayakan Natal dan berbagi sukacita Natal kepada mereka. Saya bersyukur bisa ada di tengah-tengah mereka.
Dari situlah, kemudian saya menyimpulkan bahwa Natal seharusnya tidak selalu dirayakan dan diperingati dengan kemewahan. Natal akan lebih bermakna jika kita berbagi sukacita Natal kepada mereka yang tidak bisa merayakan Natal. Saya adalah salah satu saksi hidup dari indahnya berbagi sukacita Natal.
Hal yang pertama kali terbersit dalam pikiran saya adalah apakah pasien-pasien di rumah sakit itu akan menerima keberadaan saya, apalagi mereka tidak kenal dengan saya. Saya takut mereka justru curiga dan berpikiran yang tidak-tidak dengan apa yang kami beri.
Pemikiran itu ternyata tidaklah benar. Justru yang saya dapatkan berbeda dari ketakutan saya. Mereka memberikan respon yang sangat positif.
Dari situlah, kemudian saya menyimpulkan bahwa Natal seharusnya tidak selalu dirayakan dan diperingati dengan kemewahan. Natal akan lebih bermakna jika kita berbagi sukacita Natal kepada mereka yang tidak bisa merayakan Natal. Saya adalah salah satu saksi hidup dari indahnya berbagi sukacita Natal.
Komentar
Posting Komentar