KKN: Budaya Bangsa yang Terus Dipelihara

Bangun di malam hari, saya menelepon seseorang (yang tidak perlu saya sebutkan namanya). Kami ngobrol 'ngalor ngidul' - kata orang Jawa - dan sampailah pada suatu obrolan tentang kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Saya sampai tidak habis pikir. KKN sepertinya memang sudah menjadi budaya bangsa kita sejak lama. Saya katakan sebuah budaya karena memang kasus KKN ini banyak saya temui di berbagai tempat, peristiwa, latar belakang dan waktu. Kalau saya pernah menulis tentang KKN yang dilakukan tukang parkir, itu hanyalah satu dari sekian banyak kasus yang saya temui. Alasan lain mengapa saya katakan budaya adalah (sepertinya) tidak adanya lagi rasa bersalah atau takut yang ditunjukkan pelaku, terasa seperti tidak ada yang salah, apa yang dilakukan benar. Inilah yang dilakukan hampir semua orang yang saya temui. Oleh karena itu, saya katakan KKN adalah budaya bangsa.

Saya bingung dengan apa yang mereka pikirkan tentang perbuatan mereka yang salah itu. Apakah mereka benar-benar tidak mengerti bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu adalah perbuatan yang salah? Atau sebenarnya mereka mengerti bahwa perbuatan mereka salah tetapi mereka diam hanya untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan mereka? Saya tidak tahu pasti. Namun, ironis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu memang menjadi dasar bagi mereka untuk melakukan KKN. Apapun alasannya, saya yakin Indonesia tidak akan pernah maju selama KKN masih terus membudaya di masyarakat.

Siapa yang salah dan siapa yang benar bukanlah langkah terbaik untuk menghentikan pemeliharaan budaya negatif ini. Menurut saya, hal yang terbaik dan dapat kita lakukan adalah membuat diri kita sendiri sadar bahwa KKN adalah perbuatan yang melanggar hukum, baik hukum negara maupun hukum agama. Selain itu, sebagai orang yang berpendidikan dan bermoral, seharusnya kita malu apabila melakukan KKN. Saya pikir saya tidak perlu menjelaskan contoh-contoh yang harus kita hindari dan yang tidak agar tidak terjebak dalam budaya KKN. Saya yakin, hati kecil kita pasti masih mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Memang sepertinya tidak banyak yang bisa kita lakukan, karena kita adalah warganegara biasa. Tetapi, paling tidak, sikap yang seperti itu dapat menjadi contoh bagi masyarakat di lingkungan kita. Dengan demikian, masyarakat menjadi mengerti dan mau untuk berubah. "Think globally, act locally", sebuah istilah asing yang dapat menjadi dasar bagi kita untuk mendidik masyarakat dengan sikap hidup kita sehingga tidak membuat mereka sakit hati (karena bangsa ini juga memiliki tingkat kesensitifan yang cukup tinggi). Mari, kita membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik! Indonesia Bisa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Membuka File Laporan SPT Tahunan dengan Ekstensi XFDL

Mengambil File di Folder Cache Google Chrome Browser pada Windows XP

OSPOS: Aplikasi Kasir Gratis Berbasis Open Source untuk UMKM

Apartemen Murah di Singapura

Cara Attach File pada File PDF

Cozy Copy 24: Sarana Mencetak yang Murah dan Sewaktu-waktu

"Waiting to Join" BBM Grup yang Mengganggu

70 tahun Indonesia Merdeka

Masalah OS Mikrotik Versi 5.11 pada RB450G

Ide Bisnis #2: Membuat Konten Cara Penggunaan Software Open Source di Youtube